Berperang dibulan Ramadan
Kemarin, saya sempat baca buku koleksi Sang Badiuzzaman
Said Nursi tentang hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil di bulan Ramadhan.
Buku tersebut merupakan koleksi dari risalah “An-Nur”. Tulisan ini dibuat sekedar
untuk mengisi waktu luang, daripada diisi dengan hal yang kurang bermanfaat, ya
itulah pekerjaan hawa nafsu. Sungguh berat tantangan kita sebagai umat manusia
dalam mengalahkan hawa nafsu ini.
Umat manusia sudah sepantasnya merasa bahagia dan gembira
menyambut bulan Ramadhan ini, terutama bagi seluruh umat Muslim di dunia. Di
bulan ini semua setan dibelenggu di dalam neraka, dibulan ini juga penuh
ampunan, nilai dari amalan-amalan sunnah bernilai sama dengan nilai ibadah
wajib dibulan biasa, dahsyatnya lagi pahala amalan wajib dilipatgandakan.
Lihatlah, betapa luar biasanya bulan ini bagi kaum-kaum yang menyadari akan
makna dibulan suci nan penuh ampunan ini. Namun, kita jangan lalai, sebab di
bulan ini bukan berarti kita terbebas dari melakukan dosa ( baca: terhindar
dari dosa). Di bulan ini kita berlatih untuk mengendalikan hawa nafsu kita
sebagai manusia. Pada hakikatnya, dibulan inilah siapa sebenarnya diri kita
ditunjukkan kepada diri kita sendiri, bagaimana tingkah laku kita dan bagaimana
akhlak kita sebagai umat muslim. Jika dibulan ini kita banyak melakukan
kebaikan dan banyak meninggalkan keburukan maka insya Allah kita termasuk
orang-orang yang beruntung. Namun jika kita masih banyak melakukan keburukan,
maka sudah tentu ada yang salah dengan diri kita. Mungkin persiapan kita kurang
maksimal, mungkin kita belum istiqomah dalam menjalankan puasa, atau mungkin
karena mata hati kita masih hitam untuk menerima akan sinar-sinar kebaikan dari
Allah SWT. Semua itu bisa saja terjadi, namun bukan tidak mungkin bagi kita
untuk mendapatkan rahmat dari bulan ini selagi kita mau hijrah dan berusaha
untuk selalu menjadi lebih baik lagi.
Dibulan ini kita dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu kita, yang mana selama ini nafsu adalah musuh terbesar kita sebagai manusia yang normal. Nafsu sangan sulit dikendalikan, ia merasa dirinya adalah Tuhan. Nafsu di dalam buku yang saya baca tadi bagaikan Firaun yang mengaku dirinya Tuhan padahal pada dasarnya dirinya sangatlah lemah dimata Allah SWT. Nafsu sangatlah angkuh, dan sifat keangkuhannya ini tidaklah dapat dihilangkan, tetapi insya Allah dapat kita kalahkan. Nafsu selalu menganggap dirinya sebagai yang paling tinggi. Ketika Allah bertanya. “man ana, wa man anta?” maka nafsu menjawab. “ana ana, anta anta” . Allah memberinya hukuman yang pedih, dan ketika ditanya lagi, “man ana, wa man anta?”. Nafsu menjawab, “ana ana, anta anta”. Hingga Allah memberikannya azab kembali berupa kelaparan. Disinilah nafsu begitu menderita hingga menjerit minta ampun. Lalu Allah kembali bertanya. “man ana, wa man anta?”. Nafsu pun menjawab (saya lupa bahasa Arabnya :D, pokoknya artinya begini): ” aku adalah hamba-MU yang lemah, dan Engkau adalah Tuhan ku yang maha mengatur segala sesuatu”.
Dibulan ini kita dilatih untuk mengendalikan hawa nafsu kita, yang mana selama ini nafsu adalah musuh terbesar kita sebagai manusia yang normal. Nafsu sangan sulit dikendalikan, ia merasa dirinya adalah Tuhan. Nafsu di dalam buku yang saya baca tadi bagaikan Firaun yang mengaku dirinya Tuhan padahal pada dasarnya dirinya sangatlah lemah dimata Allah SWT. Nafsu sangatlah angkuh, dan sifat keangkuhannya ini tidaklah dapat dihilangkan, tetapi insya Allah dapat kita kalahkan. Nafsu selalu menganggap dirinya sebagai yang paling tinggi. Ketika Allah bertanya. “man ana, wa man anta?” maka nafsu menjawab. “ana ana, anta anta” . Allah memberinya hukuman yang pedih, dan ketika ditanya lagi, “man ana, wa man anta?”. Nafsu menjawab, “ana ana, anta anta”. Hingga Allah memberikannya azab kembali berupa kelaparan. Disinilah nafsu begitu menderita hingga menjerit minta ampun. Lalu Allah kembali bertanya. “man ana, wa man anta?”. Nafsu pun menjawab (saya lupa bahasa Arabnya :D, pokoknya artinya begini): ” aku adalah hamba-MU yang lemah, dan Engkau adalah Tuhan ku yang maha mengatur segala sesuatu”.
Dari sinilah kita bisa menemukan titik lemah dari hawa
nafsu itu. Namun pada dasarnya tidak semua nafsu harus kita ceraikan. Yang kita
bahasa di sini adalah hawa nafsu syahwat yang dapat menjerumuskan kita ke dalam
maksiat. Maka dari itu, dibulan suci Ramadhan inilah kita bersama-sama untuk
menceraikan nafsu syahwat kita ini. Mari kita kalahkan dia dengan serangan
kelaparan, lalu kita bentengi diri kita dengan iman yang insya Allah dapat
menghancurkan sifat angkuhnya itu. Nafsu bagaikan Firaun yang mengaku Tuhan,
semua orang seperti buta akan pengakuannya. Namun datangnya nabi Ibrahim,
menjadi cahaya yang menyinari kebutaan mereka sehingga mereka berangsur-angsur
menuju jalan kebenaran. Begitu pula nafsu, kita sudah menemukan kelemahannya,
keangkuhan yang dimilikinya akan tidak berarti apa-apa jika kita menggunakan
akal pikiran kita dengan baik. Apalagi ini bulan suci Ramadan, sebuah
kesempatan emas bagi kita untuk menyingkirkan keangkuhan tersebut.
Komentar
Posting Komentar