"Pada akhirnya kita adalah budak dari sesuatu."
Budak dalam KBBI disebut juga anak; hamba; antek; jongos; atau orang gajian. Setiap orang akan melakukan sesuatu demi sesuatu. Itulah yang menjadi tujuannya dan itu pula yang menjadi pendorongnya. Orang tua akan berjuang sekuat tenaga, sepanjang jalan hidupnya untuk menghidupi anak-anaknya, agar menjadi orang yang lebih baik, setidaknya dibandingkan dengan dirinya suatu hari nanti. Para tuan akan menyuruh-nyuruh hambanya untuk melakukan sesuatu demi dia, hamba itu akan menurut saja, demi memenuhi keinginan tuannya. Seseorang bekerja untuk bos-nya, segala hal ia lakukan agar bos-nya bahagia dan ia merasa bahagia pula. Ilustrasi-ilustrasi di atas merupakan contoh-contoh perbudakan. Hanya saja, budak seringkali berkonotasi negatif. Hal ini terjadi karena perbudakan pada zaman dahulu memang lebih banyak yang tidak manusiawi. Untuk mengambil contoh terbaik dalam memperlakukan budak, Rasulullah SAW telah mengajarkan kita bahwa memperlakukan budak haruslah dengan sikap-sikap yang manusiawi. Suruhlah ia untuk membantumu, mengerjakan apa saja yang sanggup ia kerjakan. Namun bila kau masih sanggup mengerjakannya sendiri, biarlah kau kerjakan sendiri. Budak tetaplah manusia, sama seperti manusia lainnya. Hanya saja, ia tak punya hak-hak sebagaimana manusia yang lainnya, bahkan ia tak punya hak terhadap dirinya sendiri.
Dari dulu hingga sekarang, budak tetap ada, dan takkan pernah hilang dari dunia. Lalu, KBBI memberikan kita standar pengertian tentang budak yang memiliki beberapa arti. Tentang hamba, sebuah kata yang juga dikonotasikan sebagai salah satu pengertian dari budak. Apa yang tersirat dari kata 'hamba', ini? Otak kita akan serta merta merujuk kepada tuhan, bukan? Tentu saja begitu. Tuhan adalah pemilik segala hamba-NYA. Setiap nyawa yang dimiliki hamba-hamba-NYA adalah milik-NYA. Seorang hamba tak pernah seutuhnya memiliki sesuatu, ia hanya 'dipinjamkan'. Memangnya kita punya apa? Nyawa kita akan diambil bila saatnya telah tiba. Harta kita akan segera musnah bila saatnya telah tiba. Istri kita (nanti akan punya), anak-anak kita (nanti juga akan punya) akan segera diambil oleh Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Lalu, siapa kita ini kalau bukan seorang budak bagi tuhan?
Namun, tuhan tidak memperlakukan hamba-NYA sebagai seorang budak dalam persepsi manusia. Sebagaimana sejarah perbudakan yang kelam dalam peradaban manusia telah banyak mempengaruhi cara manusia memandang budak. Akan tetapi, Allah Maha Baik. DIA memperlakukan hamba-NYA dengan penuh kasih sayang. Suatu rasa yang tak pernah sanggup untuk didefinisikan oleh manusia melalui cara apapun. Keadilan-NYA melampaui logika manusia, semuanya diluar kemampuan manusia dan begitulah sifat-NYA yang serba 'Maha'. Dengan segenap pengertian di atas, patutlah pada akhirnya kita bersyukur kepada tuhan yang telah memberikan segalanya secara sempurna untuk kita.
Pada akhirnya, kita adalah budak dari sesuatu. Selain menjadi budak bagi Sang Pencipta, kita juga berpotensi menjadi budak untuk hal-hal lain. Semua tergantung dari cara menjalani kehidupan. Hari ini dan suatu hari nanti tentu akan berbeda dan selalu begitu. Hari ini mungkin bebas, lalu menjadi beringas dikemudian hari karena suatu hal; uang; jabatan; wanita; dan sebagainya.
Bila demikian, hidup ini menjadi begitu melelahkan. Lantaran demikian, kembalilah kepada tuhan. Tuhan telah mempersiapkan segalanya. Bila kita adalah budak bagi tuhan Yang Maha Baik, maka mengabdilah kepada tuhan dengan cara yang baik pula. Meskipun, kebaikan-kebaikan tuhan takkan pernah sanggup untuk kita hitung. Takkan pernah sanggup, takkan pernah sanggup. Patuhi segala perintah-NYA, tinggalkan segala apa-apa yang dilarang-NYA. Begitu saja, begitu saja, sampai akhir hayat kita.
Sekian.
Komentar
Posting Komentar