Normalnya, bila ada satu kesempatan baik, selama kita mampu maka kita ambil. Namun apa jadinya bila kesempatan itu tak kita ambil dan malah berpaling?
Well itu adalah sesuatu yang sifatnya berlawanan, bisa kita sebut 'terbalik'.
Pas banget ini bulan puasa yang notaben-nya adalah bulan yang mulia. Nah, di bulan ini, ada banyak hal baik yang bisa kita kerjakan. Kita ga perlu bahas itu, semua udah jelas. Rumusnya aja simpel banget, kerjakan satu kebaikan= dapat pahala berlipat-lipat. Indah sekali, bukan? Tapi dari semua kesempatan itu, masih aja banyak yang memaknai dengan perspektif yang terbalik. Perhatikanlah beberapa hal yang terbolak balik di sekitar kita, niscaya kita akan memahami sesuatu.
Bukankah sesungguhnya suara petasan itu sangat mengganggu?
Bukankah berpuasa tapi tidak sholat adalah puasa yang sia-sia?
Bukankah bulan puasa seharusnya menjadi bulan pelatihan paling intensif di dunia? Tapi mengapa kita masih begitu lalai?
Bukankah beribadah itu harus dengan khusyu'? Tapi mengapa rukuk dan sujud tarawih tadi ngebut banget? Susah ngikutinnya.
Masih banyak lagi 'bukankah' lain yang representatif dari hal-hal yang terbalik, khususnya di bulan suci Ramadhan.
Well, lalu kok bisa begitu?
Saya pikir itu masalah mentalitas.
Kita tahu bahwa seorang petani seorang pekerja yang tekun, ia tak bisa berdiam diri saja di rumah meskipun kerjaan sudah beres. Tapi tetap aja, dia akan cari lagi hal yang bisa dia kerjakan asal badannya ga diam ga ada kerjaan. Beda hal sama penambang, dia ga akan nyari emas di musim hujan, karena nanti bakal susah nyarinya. Jadi, dia tunggu waktu yang tepat buat nambang, sambil nunggu waktu itu tiba, ya dia 'santai' aja gabakal nambang. Dari dua studi kasus di atas, tentu kita ga bisa serta merta bilang kalau si penambang adalah orang yang pemalas bila dibandingkan dengan si petani. Itu soal mentalitas, satu energi dari dalam diri yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan motif tertentu. Si petani bermentalitas untuk selalu bergerak, sedangkan si penambang bermentalitas menunggu kesempatan itu tiba baru dia bergerak (mirip-mirip pemburu).
Nah begitu juga soal menyambut dan menjalani bulan Ramadhan. Kalau mentalitas yang ia punya adalah seru-seruan, pesta atau semacamnya, maka di bulan Ramadhan dia pasti main petasan, pikirnya itu seru padahal bikin orang pada ga karuan. Kalau mentalitasnya cuma sekedar ganti jam makan, pas buka puasa pasti makannya banyak, bahkan lebih banyak dari hari biasa. Kalau mentalitasnya berladang kebaikan, pas Ramadhan pasti paling gak khatam baca Qur'an sekali. Banyak lagi lah pokoknya, bahkan ada yang puasanya tidur aja seharian dari sahur sampai buka, nah itu biasanya mentalitas pengecut, pecundang, ga punya semangat seorang pejuang.
So, upgrade mentalitasmu.
Caranya? Bisa dimulai dari ubah kebiasaan sehari-hari. Singkirkan yang buruk, sedikit demi sedikit, lalu ubah dengan yang baik-baik.
Why is it so?
Karena mentalitas lahir dari satu pembiasaan. Bisa karena biasa.
Thanks.
Komentar
Posting Komentar